Landasan dibentuknya lembaga peradilan
di Indonesia adalah pasal 24 UUD 1945 sebagai berikut.
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah
agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama.
lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
mahkamah konstitusi
Landasan pelaksanaan lembaga peradilan di Indonesia UU No. 4 Tahun 2004pasal 10
dinyatakan sebagai berikut :
1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah
agung dan badan peradilan yang
dibawahnya dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
2. Badan peradilan yang dibawah mahkamah agung meliputi
badan peradilan militer dan
peradilan tata usaha negara.
Lembaga pemegang kekuasaan
yudikatif yang berfungsi menegakkan kebenarnya dan keadilan adalah lembaga
peradilan. Menurut UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan Negara yang
meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
usaha Negara. Beberapa bukti pembentukan lembaga peradilan di Indonesia,
antara lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang Darurat No.1 Tahun 1951 tentang
peradilan dalam
Lingkungan peradilan Umum.
2. Unadang-Undang No.13 Tahun 1965 tentang mahkamah
agung yang
diperbarui dengan Undang-Undang
No.14/1985.
3. Undang-undang No.14 Tahun 1970 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesatuan Kehakiman, yang
diperbarui dengan UU No.35 Tahun 1999.
Undang-Undang No.4 Tahun 2004 .
4. Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang peradilan
umum.
Susunan dan kekuasaan kehakiman
di Indonesia menurut UU No. 14
Tahun 1970 dilakukan oleh pengadilan sesuai
dengan tugas pokok seperti
menerima, memeriksa, mengadili,
dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya.
- Mahkamah Agung
1.1) Susunan dan kedudukan
Susunan Mahkamah Agung nenurut UU No.14 Tahun 1985 terdiri atas pimpinan
(terdiri atas seorang ketua dan satu wakil ketua, dan beberapa ketua
muda), hakim sehingga Mahkamah Agung adalah hakim agung, dan sekretaris
jendral.
Susunan Mahkamah Agung menurut UU No.5 Tahun 2005 terdiri atas pimpinan,
hakim anggota dan sekertaris. Pimpinan dan hakim anggota MA adalah
hakim agung. Pimpinan MA (terdiri atas seorang ketua dan 2 orang wakil
ketua dan beberapa wakil ketua muda), wakil ketua MA terdiri atas wakil
ketua bidang yustisial dan wakil ketua bidang nonyustisial. Wakil ketua
bidang yustisial membawa ketua pemuda perdata, ketua muda militer, dan
ketua muda tata usaha Negara. Wakail ketua muda bidang nonyustisial
membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasaan. Masa jabatan ketua,
wakil ketua, dan ketua muda MA selama 5 tahun.
1.2) Kedudukan dan kekuasaan mahkamah agung (UU No. 14 tahun 1985)
Mahkamah agung merupakan lembaga pengadilan lembaga tertinggi dari semua
linkungan peradilan yang melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Kekuasaan MA adalah sebagai berikut :
1.2.1 Pasal 28 UU No.14/1986 berbunyi sebagai berikut.
1) MA bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus.
- Permohonan
kasasi;
- Sengketa
tentang peninjauan kewenangan mengadili;
- Peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud Ayat (1), ketua MA menetapkan pembidangan tugas dalam MA.
1.2.2 Pasal 29 berbunyi sebagai berikut
Mahkamah agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat
banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
1.2.3 Pasal 31 berbunyi sebagai berikut.
1) MA mempunyai wewenang menguji secara materiil hanya
terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.
2) MA berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan
perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alas
an bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan
perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubungan dengan pemeriksaan
tingkat kasasi. Pencabutan perundang-undangan yang tidak sah tersebut
dilakukan oleh instansi yang bersangkutan.
1.2.4 Pasal 32 berbunyi sebagai berikut.
1) Mahkamah Agung (MA melakukan pengawasan
tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan
dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2) MA mengawasi tingkah laku dan perbuatan
hakim disemua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
3) MA berwenang untuk meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan
peradilan.
4) MA berwenang member petunjuk, teguran
atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan
peradilan.
5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana
dimaksud Ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara.
1.2.5 Pasal 33 berbunyi sebagai berikut.
1) MA memutuskan pada tingkat pertama dan
terakhir dari sengketa tentang kewenangan mengadili
a) Antara pengadilan di lingkungan yang satu
dengan pengadilan di lingkungan yang lain;
b) Antara dua pengadilan yang ada dalam
daerah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan
peradilan yang sama;
c) Antara dua pengadilan tingkat banding di
lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan.
2) MA berwenang memutus dalam tingkat
pertama dan akhir, semua sengketa yang timbul karena perempasan kapal asing dua
muatannya oleh kapal perang RI berdasarkan peraturan yang berlaku.
2. Peradilan
umum (undang-undang No.2 Tahun 1986)
Pengadilan umum adalah pengadilan yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan
perkara dalam tingkat pertama dari semua perkara perdata dan perkara pidana
sipil untuk semua golongan penduduk (warga Negara dan orang asing).
Perkara-perkara diadili oleh hakim yang dibantu oleh seorang penitra, sekertaris,
dan juru sita. Dalam perkara summier(perkara ringan yang ancamannya
kurang dari satu tahun diadili oleh seorang hakim tunggal.
Susunan peradilan umum menurut Pasal 6 UU No. 2 Tahun 1986 sebagai berikut.
a. Pengadilan Negeri (Pengadilan
Tingkat Pertama)
Pengadilan negeri ialah pengadilan yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan
perkara dalam tingkat pertama dari semua perkara perdata dan perkara pidana.
Pengadilan negeri dibentuk dengan keputusan presiden. Daerah hukum pengadilan
negeri adalah kabupaten atau kota.
Fungsi pengadilan negeri, yaitu memeriksa tentang sah tidaknya suatu
penangkapan, penahanan yang diajukan tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya
kepada ketua pengadilan.
Wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan
pekara perdata ditingkat pertama sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang.
b. Pengadilan Tinggi ( Pengadilan Tingkat
Banding)
Pengadilan tinggi ialah pengadilan tingkat kedua (banding) yang daerah
hukumannya meliputi daerah tingkat satu/provinsi.
Fungsi pengadilan tinggi ialah sebagai berikut :
1) Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir sengketa
wewenang mengadili antara pengadilan negeri didaerah hukumnya. Member pimpinan
kepada pengadilan-pengadilan negeri di daerah hukumnya.
2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di daerah
hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselengarakan dengan dekdama dan
sewajarnya. Mengawasi dan meneliti perbuatan hakim pengadilan negeri didaerah
hukumnya.
3) Dalam melakukan pengawasan, pengadilan tinggi dalam daerah
hukumnya.
4) Dalam melakukan pengawasan, pengadilan tinggi dapat member
peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan dalm
daerah hukumnya. namun, tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa
dan memutuskan perkara.
5) Wewenang pengadilan tinggi, yaitu memerintahkan pengiriman
berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan member penilaian
tentang kecakapan. dan kerajinan para hakim.
c. Peradilan
Agama (Undang-undang No.7 Tahun 1989)
pengadilan agama adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan
perkara-perkara antara orang islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk,
talak/cerai (NTR), warisan, nafkah. Dalam hal yang dianggap perlu keputusan
pengadilan agama dinyatakan berlaku oleh pengadilan negeri. mahkamah Islam
Tinggi adalah pengadilan yang merupakan hakim banding bagi pengadilan agama.
d. Peradilan Militer (Undang-undang No.31
Tahun 1997)
Adapun tugas pengadilan militer adalah mengadili, hanya dalam lapangan pidana.
Beberapa orang yang pada saat melakukan tindak pidana itu dapat diadili oleh
oleh pengadilan militer adalah sebagi berikut :
1. Anggota TNI dan Polri
2. Seseorang yang pada waktu itu adalah orang yang
dengan undang-undang atau dengan peraturan pemerintah titetapkan sama dengan
anggota TNI dan Polri, yang dimaksud dalam poin a.
3. seseorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu
golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap sebagai anggota TNI dan
Polri oleh atau berdasar undang-undang.
4. tidak termasuk a-c tetapi menurut Keputusan Mentri
Kehakiman diadili oleh pengadilan militer.
e. Peradilan Tata Usaha
(undang-undang No.5 Tahun 1986 adan peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1991)
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah suatu badan yang memeriksa dan
memutus semua sengketa tata usaha Negara di tingkat pertama.
Keputusan tata usaha Negara adalah suatu keputusan yang berisi tindakan hokum
badan tata usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
menertibkan akibat hokum bagi seseorang atau badan hokum. Objek pengadilan tata
usaha Negara, antara lain bidang berikut ini:
1. Sosial, yaitu gugatan atau permohonan terhadap
keputusan administrasi tentang penolakan permohonan suatu izin.
2. Ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan
dengan pajak, agrarian, merk dagang dan lain-lain.
3. Hak asasi manusia, yaitu gugatan atau permohonan yang
berkaitan dengan penangkapan, penahanan, gugatan hak milik yang tidak sesuai
dengan prosedur sebagaimana diatur oleh KUHP, mengenai peradilan.
4. Function Publique, yaitu gugatan atau
permohonan yang berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang.
3. Mahkamah
konstitusi
Perubahan konstitusi tersebut melahirkan dua lembaga Negara baru, yaitu komisi
Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Pembentukan dua lembaga Negara baru itu
dimaksudkan untuk memperkokoh pelaksanssn kekuasaan kehakiman agar mencapai
hasil yang diharapkan, yakni menegakkan hokum dan keadilan. Dalam perubahan
konstitusi tersebut ditegaskan jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka
dilakukan oelh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan dibawahnya serta oleh
Mahkamah Konstitusi (MK). Kebaradaan Mahkamah Konstitusi dipandang sangat
penting untuk menjalankan fungsi peradilan terhadap kasus-kasus yang berkaitan
dengan judicial review, sengketa kewenangan antar lembaga Negara, pembubaran
partai politik, dan hasil pemilihan umum.
Putusan mahkamah konstitusi yang hanya sekali tanpa ada peluang banding apalagi
kasasi diharapkan akan mewujudkan pengadilan yang cepat sehingga tidak menjadi
kasus yang berkepanjangan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertera
pada ketentuan pasal 24C UUD 1945 adalah mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a. Menguju undang-undang terhadap
undang-undang dasar,
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga
Negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang
dasar,
c. Memutus pembubaran partai politik,
d. Memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
Mahkamah konstitusi mempunyai kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut
undang-undang dasar. Wewenang sekaligus kewajiban Mahkamah Konstitusi ini
menempatkan hukum menjadi alat untuk menyelesaikan pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut undang-undang dasar.
Dengan demikian, semakin kukuhlah aturan dasar mengenai penyelesaian dugaan
pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden ataupun kelembagaan hukumnya.
Komisi Sembilan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi berasal dari usilan
tiga cabang kekuasaan Negara, yaitu tiga orang dari kekuasaan yudikatif (MA),
tiga orang dari kekuasaan legislative (DPR), dan tiga orang dari kekuasaan
eksekutif (presiden).
4. Komisi
Yudisial
Komisi yudisial yang dibentuk berdasarkan ketentuan pasal 14B Undang-Undang
Dasar 1945 yang bersifat mandiri dan mempunyai wewenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhan martabat, serta prilaku hakim. Pembentukan Komisi Yudisial
diharapkan akan meningkatkan kualitas hakim agung sehungga diharapkan akan
meningkatkan kualitas proses peradilan dan putusan peradilan di Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung merupakan lembaga peradilan puncak dalam tatanan peradilan
Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus tertentu yang diadili oleh Mahkamah
Konstitusi.
Nama-nama calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial diajukan kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim
agung oleh presiden.
B. Sikap Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum adalah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tentang hukum,
yang meliputi pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan, kepatuhan/ketaatan yang
mendalah terhadap hukum sehingga menimbulkan hasrat untuk melaksanskannya.
Peraturan meteri kehakiman RI No.5/PR 08.10 Tahun 1988 manyatakan bahwa
kesadaran hukum masyarakat adalah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
tentang hukum,hal ini sejalan dengan batasan kesadaran hukum yang dikemukakan
oleh B. kutchinkyyang menyatakan bahwa keasadaran hukum adalah
konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia tentang keserasian antara
ketertiban dengan ketentraman, yang dikehendaki atau yan sepantasnya.
Menurut para ahli kesadaran hukum itu mengandung indicator-indikator yang
secara teoritis saling mendasari, yaitu sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang peraturan
hukum
2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan
hukum
3. Sikap terhadap
peraturan-peraturan hukum
4. Pola prilaku hukum.
Setiap indicator tersebut menunjukkan tingkat kesadaran hukum tertentu mulai
dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Dalam keputusan Menteri Kehakiman RI No. M 06-UM.06.02 Tahun
1983 dinyatakan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan dan
pemahaman (isi) terhadap peraturan hukum dikategorikan sebagai tahap pengenalan
dan pemahaman. Tahap ini sering disebut dengan istilah melek hukum.
2. Tintingkat sikap terhadap
peraturan dikategorikan sebagai tahap pembentukan sikap. Pada tahap ini
diharapkan akan timbul keyakinan mengenai manfaat hukum sehingga ada perubahan
sikap.
3. Tingkat pola prilaku hukum
atau pola penerapan. Pada tingkat ini masyarakat akan melakukan action atau
melakukan tindakan yang sesuai dengan ketetnuan hukum yang sudah diketahui
dipahami sebelumnya.
Pembinaan kesadaran hukum adalah pembinaan kejiwaan sehingga tidak dapat
dilakukan dengan indoktrinasi atau pemaksaan, tetapi harus melalui
penyuluhan-penyuluhan dengan pendekatan-pendekatan yang efeknya merasuk pada
proses kejiwaan manusia. Mengingat hal yang demikian maka usaha pembinaan
kesadaran hukum merupakan proses pendidikan mental seseorang yang harus dimulai
sejak dini.
Penyuluhan hukum untuk mewujudkan kesadaran hukum wajib diberikan kepada segala
lapisan masyarakat seperti kelompok benerasi musa, wanita, pegawai, petani,
Polri, tentara, tokohmasyarakat dan sebagainya. Selain itu juga dapat melalui
pembinaan keluarga dalam wadah kadarkum (keluarga sadar hukum).
Berdasarkan pasa 1 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “ Negara
Indonesia adalah Negara hukum”. Hal ini mengandung arti bahwa hukum menjadi
dasar dalam penyelenggaraan pemerintah Negara.
Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi,”segala warga Negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya,”. Dari kedua dasar
hukum itu menunjukkan bahwa Negara hukum melindungi hak-hak dan kewajiban warga
Negara. Dengan terlindunginya hak-hak warga Negara, akan tercapai rasa aman dan
tertib, bebas dari pelanggaran-pelanggaran.
Hak dan kewajiban secara yuridis (hukum) dapat dilihat dalam :
1. Persamaan didalam hukum
2. Melaksanakan aturan hukum dan
tunduk pada pemerintah.
Adapun pentingnya kita bersikap sesuai sengan ketentuan hukum, antara lain
sebagai berikut:
a. Demi penegakan hak-hak dan kewajiban yang adil dan
benar.
b. Terciptanya ketertiban dan rasa aman.
c. Menumbuhkan dan membina kepatuhan sreta kesadaran
hukum masyarakat.
d. Terbentuknya sikap dan prilaku taat asas, dan kesadaran
hukum dirasa sebagai suatu kebutuhan.
e. Terciptanya aparatur nrgara yang bersih, berwwibawa,
membela kepentingan rakyat dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ada suatu penilaian dari masyarakat bahwa menjelang era reformasi keterbukaan
dan kebebasan pers dan lembaga peradilan telah ikut ambil bagian. Banyak
harapan terhadap lembaga peradilan untuk melaksanakan reformasi, khususnya
dibidang hukum.hal ini semua telah memberikan harapan bahwa kehidupan dengan
penuh rasa aman, tertib adil, dan benar akan dapat ditata dengan arif. Namun,
infrastruktur didalam tubuh MA beserta lembaga peradilan dibawahnya terkena
imbasnya dengan mafia peradilan. KKN dan pelanggaran hukum lainnya. Sungguh ini
merupakan fenomena yang tidak baik bagi Negara hukum (Indonesia) dalam
membangun Negara yang bersih, berwibawa dan bebas KKN.
Undang-undang No.28 tahun1999 pasal 3 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN menegaskan adanya asas umum
penyelenggaraan bernegara sebagai berikut :
1. Kepastian hukum, yakni azas yang
mengutamakan bahwa peraturan perundang-
undangan, kepatuhan, dan
keadilan sebagai dasar kebijakan penyelnggaraan
Negara.
2. Tertib penyelnggaraan Negara, yaitu azas
yang mengedepankan keteraturan,
keserasian, dan keseimbagan
sebagai landasan penyelnggaraan Negara.
3. Kepentingan umum, yaitu asas yang
mendahulukan kepentingan umum secara
aspiraatif dan akomodatif.
4. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka
diri, transparan untuk mendapatkan
informasi yang benar dan jujur,
tidak diskriminatif dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia Negara.
5. Proporsionalitas, yaitu asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelnggaraan
Negara.
6. Profesionalitas, yaitu asas yang
mengutamakan profesi yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan
peraturan yang berlaku.
7. Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat sebagai pemegang
tertinggi kedaulatan sesuai dengan ketentuan
perudangan yang berlaku.
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan lembaga pemegang kekuasaan yudikatif yang berfungsi
menegakkan kebenaran dan keadilan adalah lembaga peradilan.
Kesadaran hukum adalah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tentang hukum,
yang meliputi pengetahuan, pemahaman dan penghayatan kepatuhan/ketaatan yang
mendalam terhadap huku.